Sebagian data telah terkumpul. Tak lama lagi praktik korupsi sektor perkebunan meledak dahsyat. Kalbar terbanyak ditemukan dibandingkan provinsi lain. Siapa terlibat?

PONTIANAK – Lama dibiarkan tanpa ditangani, membuat Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama enam Non Government Organizations (NGO’s) bergerak. Mereka mengendus korupsi sektor perkebunan, khususnya bidang perkebunan kelapa sawit di Kalbar.

“Sekarang kita sedang mengumpulkan bukti dan data-data tambahan. Dua atau tiga bulan ke depan akan kita laporkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Satgas Anti Mafia Hukum,” tegas Emerson Yuntho, Wakil Koordinator ICW kepada sejumlah wartawan di Hotel Kapuas Place, Pontianak, Senin (4/7).

Dugaan korupsi sektor perkebunan itu merupakan hasil temuan ICW bersama enam NGO’s yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Perkebunan. Keenam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu antara lain Kontak Rakyat Borneo (KRB), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalbar, Gemawan, Yayasan Titian, Riak Bumi, dan Lembaga Pengkajian dan Study Arus Informasi Regional (LPS-AIR).

Emerson mengatakan, Koalisi Anti Mafia Perkebunan menemukan sejumlah praktik dugaan korupsi di sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Provinsi yang dinilai paling banyak terjadi korupsi di sektor ini salah satunya adalah Kalbar.

“KRB memperkirakan kerugian negara akibat pembukaan 1,3 juta hektare lahan perkebunan sawit di Kalbar sejak beberapa tahun terakhir mencapai sekitar Rp 70 triliun,” bebernya.

Emerson membeberkan, ada enam modus korupsi yang umumnya terjadi di sektor perkebunan. Masing-masing, suap untuk memperoleh izin, pemberian izin untuk keluarga atau kroni kepala daerah, pembiaran beroperasi tanpa izin, mark up dalam pengadaan bibit sawit, usaha perkebunan sawit fiktif, dan penghindaran atau manipulasi pajak dari sektor perkebunan.

“Khusus untuk Kalbar, ada tiga modus yang kita temukan. Masing-masing suap untuk memperoleh izin, pemberian izin untuk keluarga atau kroni kepala daerah, serta pembiaran beroperasi tanpa izin,” tegas Emerson.

Sejauh ini, Koalisi Anti Mafia Perkebunan di Kalbar menemukan adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh lima perusahaan perkebunan sawit di Kalbar.

Masing-masing PT KMP di Sambas, PT WHS di Sambas, PT LL di Bengkayang, PT WDBP di Bengkayang, dan PT CP di Bengkayang. Sedangkan di Kabupaten Ketapang yang diprediksi mayoritas terjadi praktik tersebut, masih tahap pengumpulan data.

“Kelima perusahaan ini diduga melakukan perbuatan melawan hukum karena membuka areal kebun sawit dengan merambah kawasan hutan produksi dan diduga dalam beroperasi tidak memiliki IPK (Izin Pemanfaatan Kayu, red). Ini yang kita rencanakan dilaporkan ke KPK dan Satgas Anti Mafia Hukum,” tukasnya.

Manajer Advokasi Gemawan, Tomo menuturkan, hingga sekarang penelitian yang dilakukan Koalisi Anti Mafia Perkebunan belum menyeluruh di tiap kabupaten/kota se-Kalbar. “Baru tiga daerah yang sudah kita lakukan penelitian, masing-masing Sambas, Bengkayang, dan Ketapang. Khusus untuk Ketapang, masih dalam proses,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Tomo, penelitian akan terus dikembangkan. “Kita juga akan masuk ke daerah-daerah lainnya, di luar Kabupaten Sambas, Bengkayang, dan Kabupaten Ketapang,” ulasnya.

Sementara itu, Koordinator KRB, Salman menegaskan, pihaknya berharap persoalan dugaan korupsi yang terjadi pada sektor perkebunan ini segera bisa diproses aparat hukum. Pasalnya, ada upaya pihak-pihak tertentu untuk memutihkan status lahan yang sudah telanjur digunakan, dengan mengubah status lahan.

“Tapi untuk melakukan pemutihan itu tidak mudah. Harus diubah juga dalam RTRW masing-masing daerah,” ujarnya. (bdu)

Modus Korupsi Sektor Perkebunan:

Suap izin perkebunan kelapa sawit

Pemberian izin kepada keluarga/kroni kepala daerah

Pembiaran beroperasi tanpa izin

Mark up pengadaan bibit sawit

Usaha perkebunan sawit fiktif (hanya menebang kayu)

Penghindaran atau manipulasi pajak (Sumber: Koalisi Anti Mafia Perkebunan)

Sumber: http://www.equator-news.com

ICW Bongkar Korupsi Perkebunan di Kalbar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *