Gemawan | “Mengorganisir jaringan perempuan untuk mengadvokasi hak mereka atas sumberdaya dan melibatkan masyarakat dalam perubahan kebijakan”
Permasalahan
Kalimantan Barat menghadapi tingkat deforestasi dan kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang belum pernah terjadi sebelumnya – akibat praktik penebangan yang tidak berkelanjutan dan pembukaan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertanian. Sebagian besar wilayah dikuasai oleh korporasi besar. Sementara komunitas adat dan lokal yang bergantung pada tanah – untuk budaya dan kehidupan mereka – memiliki suara yang terbatas dalam memastikan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan dan adil.
Ketika komunitas adat dan lokal tergusur atau kehilangan akses ke hutan dan lahan, ketegangan etnis meningkat. Perempuan dalam komunitas-komunitas ini cenderung terkena dampaknya secara khusus oleh tantangan penggunaan lahan dan ketegangan etnis, namun mereka tak memiliki suara yang kuat karena budaya patriarki.
Pendekatan
Lembaga Gemawan menangani penggunaan lahan, ketegangan etnis, dan hak-hak perempuan secara bersamaan. Mereka bekerja erat dengan sekitar 250 desa di Kalimantan Barat, sambil juga mendukung yang lain di seluruh area tersebut.
Lembaga Gemawan menciptakan komunitas dengan melahirkan kelompok-kelompok kecil orang untuk mendiskusikan masalah-masalah dan solusi potensial. Rumusan itu mereka advokasikan kepada pemerintah dan didukung melalui kampanye. Kelompok-kelompok tersebut dirancang untuk inklusif, dengan orang-orang dari latar belakang etnis dan agama yang berbeda.
Mereka memulai dengan bekerja sama dalam kegiatan-kegiatan kesehatan dan sumber penghidupan, seperti menanam padi hitam dan tanaman lokal lainnya. Dengan memenuhi kebutuhan dasar, kegiatan-kegiatan ini membantu menangani kebutuhan mendesak dan menciptakan lebih banyak waktu bagi perempuan untuk fokus pada pekerjaan advokasi.
Selama pertemuan kelompok, perempuan diminta untuk membayangkan masa depan yang diinginkan, membantu mereka membayangkan kemungkinan-kemungkinan baru. Lantas, mereka menerima pelatihan dalam kepemimpinan dan politik untuk membantu mengubah kemungkinan-kemungkinan ini menjadi kenyataan. Selama tahap kedua advokasi dan kampanye, Lembaga Gemawan bekerja erat dengan media untuk berkomunikasi dengan publik, membantu membuat kemajuan terlihat.
Lembaga Gemawan memberikan perempuan alat-alat yang memungkinkan mereka untuk melakukan pemantauan lapangan, menghasilkan peta-peta yang akurat dan tepat dari lahan, serta mengumpulkan bukti-bukti praktik ilegal pemegang konsesi. Hal ini menciptakan akuntabilitas dan membantu perempuan lebih memahami serta mendukung prioritas kepemilikan dan perlindungan lahan. Lembaga Gemawan juga mengembangkan mekanisme pengaduan yang bisa digunakan oleh warga jika klaim keberlanjutan perusahaan tidak sesuai dengan data lapangan, dan mereka telah memulai tinjauan dan pemeriksaan publik terhadap rancangan peraturan, sebuah contoh struktur baru.
Kesimpulan
Bekerja pada persimpangan antara perubahan iklim dan isu-isu sosial lainnya dapat menciptakan daya ungkit (leverage) yang kuat: hal ini memberikan kesempatan untuk memperkuat tuntutan perubahan dengan membawa suara-suara baru ke dalam gerakan dan merangsang solusi-solusi yang menangani beberapa masalah secara bersamaan.
Memberdayakan komunitas untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka juga memungkinkan mereka menjadi advokat bagi pengelolaan sumberdaya alam yang lebih baik. Namun, hal ini bergantung pada pemahaman yang kuat tentang adat istiadat dan tradisi lokal.
Gemawan menyadari bahwa meskipun secara tradisional perempuan tidak diberi suara di Kalimantan Barat, mereka memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan sosial dan lingkungan yang berkelanjutan. Dengan memobilisasi perempuan ke dalam sistem politik, Lembaga Gemawan membantu perempuan membangun solusi untuk krisis iklim yang berakar dalam pengalaman hidup dan sudut pandang dari orang-orang yang paling terdampak.
“Kami tidak berpikir ini untuk mencegah perubahan iklim. Ini tentang hidup kami, tentang identitas kami, dan tentang praktik budaya kami”
Laili Khairnur, Direktur Gemawan
Penerjemah: Ersa Dwiyana
Sumber: Climate Changemaker Playbook 2024